Translate

Asal Usul Allah SWT

Berikut adalah sedikit perdebatan mengenai nama Allah SWT yang diambil dari:

http://mengenal-islam.forumphp3.com/viewtopic.php?f=64&t=7

Siapakah sebenarnya Allah SWT?
Bagaimana sejarah terjadinya?
Kita berhutang besar kepada arkeolog-arkeolog Nabatean, naskah-naskah autoritatif Ibrani Perjanjian Lama dan sejarawan-sejarawan Arab.

Ba'al, Dewa Sesembahan Bangsa Moab

Dalam perjalanannya ke Suriah, Khuza'ah dan Jurhum meminta penduduk Moab untuk memberikan salah satu patung dewa sesembahan mereka. Maka mereka memberikannya Hubal, dan ia diletakkan dalam Ka'abah (Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources [Inner Traditions International, LTD. One Park Street, Rochestor Vermont 05767, 1983], p. 5)

Hak. 2:11
Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal.

Hak. 2:13
Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.

Hak. 3:7
Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada para Baal dan para Asyera.

Hak. 6:25
Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya: "Ambillah seekor lembu jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua, berumur tujuh tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah tiang berhala yang di dekatnya.

Hubal, Nama Arab untuk Ba'al

Ka'abah adalah tempat persemayaman Hubal, dewa Arab purba tertinggi, sesembahan utama suku Quraish (Karen Armstrong, Muhammad: A Biography of the Prophet [Harper San Francisco; ISBN: 0062508865; Reprint edition, October 1993], hal. 61-62)

"... Menurut legenda, sekembalinya Qusayy dari perjalanan ke Syria ia membawa tiga dewi sesembahan ke Hejaz (note: jazirah Arab) yaitu al-Lat, al-Uzza dan Manat, juga memahkotai dewa Hubal di dalam Ka'abah ..." (Armstrong, hal. 66;)

Hubal adalah dewa sesembahan penduduk Mekkah yang ditempatkan di dalam Ka'abah (The Oxford Dictionary of Islam (Oxford University Press, 2003, hal. 117)

Ba'al dalam dialek Arab disebut juga Hubal. Nama ini berasal dari Ha-Baal, yang dalam dialek Arab artikel berupa konsonal `ha/hu' (S. Noja, "Hubal = Allah", Reconditi: Instituto Lombardo Di Scienze E Lettere, Vol. 28 (1994), hal. 283-295)

Dari Hubal Menjadi al-Ilah

Hubal (dari bahasa Aram yang berarti `roh') jelas merupakan dewa utama dalam Ka'abah dan dipresentasikan dalam bentuk tubuh manusia. Di sampingnya terdapat tujuh anak panah yang biasa digunakan oleh para kahin dalam ritual mereka. Menurut tradisi ibn Hisyam, Amr ibn Luhayy mendapatkan sesembahan ini dari bangsa Moab (History of the Arabs from the Earliest Times to the Present, revisi edisi ke-10, new preface oleh Walid Khalidi [Palgrave Macmillan, 2002; ISBN: 0-333-63142- 0 paperback], p. 100

KARENA HUBAL ADALAH DEWA SESEMBAHAN YANG UTAMA, MAKA IA DISEBUT `SANG TUHAN, SANG ILAH' ATAU `AL-ILAH'.

Di Bawah Muhammad: dari al-Ilah kepada Allah

Nama Allah sudah ada sebelum Islam!
Menurut Walid Khalidi:

Allah (allah, al-ilah, sang ilah) adalah dewa Mekkah yang utama, walaupun bukan satu-satunya… .Ayah Muhammad bernama Abdullah, yang berarti abdi Allah (abd-Allah). Adapaun Allah adalah dewa suku Quraish (History of the Arabs from the Earliest Times to the Present, revised tenth edition, new preface by Walid Khalidi [Palgrave Macmillan, 2002; ISBN: 0-333-63142- 0 paperback],, pp. 100-101

Allah, dewa sesembahan utama Arab purba, adalah objek ritual utama seluruh jazirah Arab sampai dengan Mediterania. Ia berasal dari `Il' di Babilonia, `El' di Kanaan, dan menjadi `Ilah' di kalangan Badui Arabia. Oleh Muhammad, ia menjadi Allah, Tuhan alam semesta. Tradisi Juedo-Kristen melihatnya sebagai transformasi ilah pagan menjadi ilah monoteistik, dan keberatan dengan kemungkinan- kemungkinan adanya keterkaitan histories dengan Tuhan dalam wahyu biblikal (Caesar E. Farah, Ph.D., Islam [Barron's Educational Series, 2000, sixth edition paperback] p. 28

Allah SWT, Akhir Evolusi

Muhammad menghancurkan pemujaan terhadap al-Lat, al-Uzza dan Manat, namun berhenti menyerang sekte pemuja Hubal. Dari sini Wellhausen (sejarawan-red) menduga bahwa Hubal adalah tidak lain selain Allah, "dewa" orang-orang Mekkah.

Dewi al-Lat juga diasosiasikan dengan matahari. Dewa Dharrih mungkin saja dianggap matahari yang terbit. Ritual Islam lari dari Arafat ke Muzdalifah dan dari Muzdalifah ke Mina harus selesai setelah matahari terbenam dan sebelum terbit. Ini diinstruksikan oleh Muhammad, dan diasosiasikan dengan ritual pagan sebelumnya yang akan kita periksa lebih lanjut. Pemujaan bulan juga dilakukan dengan nama-nama Hilal, bulan sabit, Qamar, bulan penuh dan lain sebagainya.

Islam meminjam nama "Allah" dari suku-suku Arab purba. Nama ini bervariasi di kalangan berbagai suku Nabatean. Pada akhirnya ini diaplikasikan kepada satu sesembahan yang adalah `Satu-satunya' dan `Yang Utama' (Ibn Warraq, Why I Am Not A Muslim [Prometheus Books, Amherst NY, 1995], pp. 39-40, 42)

Konsep `Allah' sebagai terminologi Arab untuk Tuhan yang Mahatinggi sudah familiar bagi masyarakat Arab di masa Muhammad. Yang dilakukan Muhammad adalah memberikan makna baru untuk membersihkannya dari atribut politeisme (H.A.R. Gibb, Mohammedanism: An Historical Survey [Oxford University Press, London 1961], p. 54)

Saya Ringkasken daripada Hasil-hasil Penelitian:

S. Noja (1994): ada metamorfosa semantik dari nama Ba'al (sesembahan Moab) menjadi Hu-Baal dan akhirnya Hubal, dewa bulan (Arab)

Martin Lings (1983): Hubal adalah nama Arab untuk Baal, dewa Moab yang dibawa pulang ke Mekkah oleh Khuza dan Jumhur setelah kunjungan mereka ke Suriah.

Karen Armstrong (1993): Hubal adalah dewa Arab purba tertinggi, takhtanya ditempatkan di dalam Ka'abah.

Dr. Cesar Farrah (2000): Allah sudah ada sebelum Islam. Berasal dari `Il' (Babilonia), `El' (Kanaan purba), `al-Ilah' (Bedouin Arab) dan akhirnya `Allah' di bawah Muhammad.

Mahmoud Ayyub (2004): Hubal adalah dewa bulan Arab. Sementara ada juga tiga dewi Ka'abah lain yaitu al-Lat, al-Uzza dan Manat. Al-Lat sangat mungkin adalah bentuk feminin dari Allah!

Maka dari Baal menjadi Allah adalah sebuah proses antropologis. Secara kronologis:

Baal (berhala Moab) (Hak 6:31) --> Ha-Baal/Hu-Baal/ Hubal (Noja, 1994; Lings, 1983) --> al-Ilah (yang utama) (Hitti, 1937; Armstrong, 1993) --> Allah (Ibn Warraq, 1995; Farrah, 2000; Khalidi, 2002)
Duladi
Tulisan: 1607
Bergabung: Kamis 20 November 2008 pk 1.04


Re: Asal-usul Allah SWT

Postoleh innaddina • Minggu 18 Oktober 2009 pk 1.10
referensi yg menyesatkan.. tidak seimbang.. tendensius..coba referensi yg asli punya Islam.. :evil:
innaddina
Tulisan: 10
Bergabung: Minggu 18 Oktober 2009 pk 0.19

Re: Asal-usul Allah SWT

Postoleh innaddina • Minggu 18 Oktober 2009 pk 1.12
Ternyata kristen juga Menebut Nama "ALLAH"

Kata “Allah” masih dipersoalkan oleh sebagian pengguna Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Persoalan ini mencuat ke permukaan, karena ada beberapa kelompok yang menolak penggunaan kata “Allah” dan ingin menghidupkan kembali penggunaan nama Yahweh atau Yahwe. Dalam teks Ibrani sebenarnya nama Yahweh atau Yahwe ditulis hanya dengan empat huruf konsonan (YOD-HE-WAW-HE, “YHWH”) tanpa huruf vokal. Tetapi, ada yang bersikeras, keempat huruf ini harus diucapkan. Terjemahan LAI dianggap telah menyimpang, bahkan menyesat­kan umat kristiani di tanah air. Apakah LAI yang dipercaya gereja-gereja untuk menerjemah­kan Alkitab telah melakukan kesalahan yang begitu mendasar? Di mana sebenarnya letak persoalannya? Penjelasan berikut bertujuan untuk memaparkan secara singkat pertimbangan-pertimbangan yang melandasi kebijakan LAI dalam persoalan ini.


Mengapa LAI menggunakan kata “Allah”?
Dalam Alkitab Terjemahan Baru (1974) yang digunakan secara luas di tanah air, baik oleh umat Katolik maupun Protestan, kata “Allah” merupakan padanan ’ELOHIM, ’ELOAH dan ’EL dalam Alkitab Ibrani:

* Kej 1:1 “Pada mulanya Allah (’ELOHIM) menciptakan langit dan bumi”.
* Ul 32:17 “Mereka mempersembahkan kurban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah (’ELOAH).
* Mzm 22:2 “Allahku (EL), Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”

Dari segi bahasa, tidak dapat dipungkiri, kata ’ELOHIM, ’ELOAH dan ’EL berkaitan dengan akar kata ’L, dewa yang disembah dalam dunia Semit kuno. EL, ILU atau ILAH adalah bentuk-bentuk serumpun yang umum digunakan untuk dewa tertinggi. Umat Israel kuno ternyata memakai istilah yang digunakan oleh bangsa-bangsa sekitarnya. Apakah hal itu berarti bahwa mereka penganut politeisme? Tentu saja, tidak! Umat Israel kuno memahami kata-kata itu secara baru. Yang mereka sembah adalah satu-satunya Pencipta langit dan bumi. Proses seperti inilah yang masih terus bergulir ketika firman Tuhan mencapai berbagai bangsa dan budaya di seluruh dunia.

Beberapa kelompok yang menolak kata “Allah” memang ber­pendapat, kata itu tidak boleh hadir dalam Alkitab umat kristiani. Ada yang memberi alasan bahwa “Allah” adalah nama Tuhan yang disembah umat Muslim. Ada pula yang mengait­kannya dengan dewa-dewi bangsa Arab. Seandainya pendirian ini benar, tentu ’EL, ’ELOAH dan ’ELOHIM pun harus dicoret dari Alkitab Ibrani! Lagi pula, beberapa inskripsi yang ditemukan pada abad keenam menunjukkan bahwa kata “Allah” telah digunakan umat kristiani Ortodoks sebelum lahirnya Islam. Hingga kini, umat kristiani di negeri seperti Mesir, Irak, Aljazair, Yordania dan Libanon tetap memakai “Allah” dalam Alkitab mereka. Jadi, kata “Allah” tidak dapat diklaim sebagai milik satu agama saja.

Kebijakan LAI dalam menerjemahkan ’ELOHIM, ’ELOAH dan ’EL sama sekali bukan hal baru. Terjemahan Alkitab yang pertama ke dalam bahasa Yunani sekitar abad ketiga SM. merupakan contoh tertua yang kita miliki. Terjemahan yang dikenal dengan nama “Septuaginta” dikerjakan di Aleksandria, Mesir, dan ditujukan bagi umat Yahudi berbahasa Yunani. Dalam Kejadian 1:1, misalnya, Septuaginta meng­guna­kan istilah THEOS yang biasa dipakai untuk dewa-dewa Yunani. Nyatanya, Perjanjian Baru pun memakai kata yang sama, seperti contoh berikut: ”Terpujilah Allah (THEOS), Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (2 Kor 1:3). Tentu, THEOS dalam kutipan ini tidak dipahami sebagai sembahan politeis.
Kata “Allah” dalam sejarah penerjemahan Alkitab di nusantara

Sebelum Alkitab TB-LAI diterbitkan pada tahun 1974, telah ada beberapa Alkitab dalam bahasa Melayu yang merupakan cikal bakal bahasa Indonesia. Injil Matius terjemahan A. C. Ruyl (1629) adalah upaya pertama dalam penerjemahan Alkitab di nusantara. Menariknya, dalam terjemahan perdana ini, kata “Allah” telah digunakan, seperti contoh berikut: “maka angkou memerin’ja nama Emanuel artin’ja Allahu (THEOS) ſerta ſegala kita” (Mat 1:23). Terjemahan selanjutnya juga mempertahankan kata “Allah”, antara lain:

* Terjemahan Kitab Kejadian oleh D. Brouwerius (1662): “Lagi trang itou Alla ſouda bernamma ſeang” (Kej 1:5).
* Terjemahan M. Leijdecker (1733): “Pada mulanja dedjadikanlah Allah akan ſwarga dan dunja” (Kej 1:1).
* Terjemahan H.C. Klinkert (1879): “Bahwa-sanja Allah djoega salamatkoe” (Yes 12:2).
* Terjemahan W.A. Bode (1938): “Maka pada awal pertama adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah”.

Seperti tampak pada contoh-contoh di atas, kata “Allah” yang baru belakangan ini dipersoalkan oleh sebagian umat kristiani telah digunakan selama ratusan tahun dalam terjemahan-terjemahan Alkitab yang beredar di nusantara. Singkatnya, ketika meneruskan penggunaan kata “Allah”, tim penerjemah LAI mempertimbangkan bobot sejarah maupun proses penerjemahan lintas-budaya yang sudah terlihat dalam Alkitab sendiri.

Apa dasar kebijakan LAI dalam soal “YHWH”?

Harus diakui, asal-usul nama YHWH tidak mudah ditelusuri. Dari segi bahasa, YHWH sering dikaitkan dengan kata HAYAH ‘ada, menjadi’, seperti yang terungkap dalam Keluaran 3:14: “Firman Allah (’ELOHIM) kepada Musa: ‘AKU ADALAH AKU.’ (’EHYEH ’ASHER ’EHYEH). Lagi firman-Nya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU (’EHYEH) telah mengutus aku kepadamu.’” Maknanya yang persis tidak diketahui lagi, namun ada yang menafsirkannya sebagai kehadiran Tuhan yang senantiasa ‘ADA’ menyertai sejarah umat-Nya.

Apa dasar LAI menggunakan kata “TUHAN” (seluruhnya huruf besar) sebagai padanan untuk YHWH? Untuk menjawab ini, kita perlu memperhatikan sejarah. Umat Yahudi sesudah masa pembuangan amat segan menye­but nama sakral YHWH secara langsung oleh karena rasa hormat yang mendalam. Lagi pula, pengucapan YHWH yang persis tidak diketahui lagi. Setiap kali bertemu kata YHWH dalam Alkitab Ibrani, mereka menyebut ’ADONAY yang berarti ‘Tuhan’. Tradisi pengucapan ini juga terlihat jelas dalam Septuaginta yang menggunakan kata KYRIOS (‘Tuhan’) untuk YHWH, seperti contoh berikut: ”KYRIOS menggembala­kan aku, dan aku tidak kekurangan apa pun” (Mzm 23:1).

Ternyata, Yesus dan para rasul mengikuti tradisi yang sama! Sebagai contoh, dalam pen­cobaan di gurun, Yesus menjawab godaan Iblis dengan kutipan dari Ulangan 6:16: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (KYRIOS), Allahmu” (Mat 4:7). Dalam kutipan ini tidak ditemukan nama YHWH melainkan KYRIOS. Jika nama YHWH harus ditulis seperti dalam teks Ibrani, mengapa penulis Injil Matius tidak mempertahankannya? Begitu pula, dalam surat-surat rasul Paulus tidak pernah digunakan nama YHWH. Dalam Roma 10:13, misalnya, Paulus mengutip Yoel 2:32: “Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan (KYRIOS) akan diselamatkan”. Terbukti, kata yang digunakan adalah KYRIOS, bukan YHWH.

Mungkinkah Yesus dan para rasul telah mengikuti suatu tradisi yang “keliru”? Tentu saja, tidak! Para penulis Perjanjian Baru justru mengikuti tradisi umat Yahudi yang menyebut ’ADONAY (‘TUHAN’) setiap kali bertemu nama YHWH. Karena Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, kata KYRIOS dipakai sebagai padanan untuk ’ADONAY yang mencerminkan tradisi pengucapan YHWH.

Singkatnya, LAI mengikuti teladan Yesus dan umat kristiani per­dana menyangkut pengucapan YHWH. Dalam Alkitab TB-LAI, kata “TUHAN” ditulis dengan huruf besar semua sebagai padanan untuk ’ADONAY yang mengingat­kan tradisi pengucapan itu. Penulisan ini memang sengaja dibedakan ­dengan “Tuhan” (hanya huruf pertama besar), padanan untuk ’ADONAY yang tidak merepresentasi YHWH. Perhatikan contoh berikut: “Sion berkata: ‘TUHAN (YHWH) telah mening­gal­kan aku dan Tuhanku (’ADONAY) telah melupakan aku.’” (Yes 49:14). Pem­bedaan ini tentu tidak relevan untuk Perjanjian Baru yang tidak memper­tahankan penulisan YHWH.

Berbagai terjemahan modern juga mengikuti tradisi yang sama, misalnya, dalam bahasa Inggris: “the LORD” (New Jewish Publication Society Version; New Revised Standard Version, New International Version, New King James Version, Today’s English Version); Jerman: “der HERR” (Einheits­übersetzung; die Bibel nach der Übersetzung Martin Luthers); Belanda: “de HEER” (Nieuwe Bijbelvertaling); Perancis”: “le SEIGNEUR” (Traduction Oecumé­ni­que de la Bible).
Penutup

Kebijakan LAI mengenai padanan untuk nama-nama ilahi tidak diambil secara simplistis. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dengan matang, antara lain:

* Teks sumber (Ibrani dan Aram untuk Perjanjian Lama; Yunani untuk Perjan­jian Baru) dan tafsirannya.
* Tradisi umat Tuhan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
* Sejarah pemakaian nama-nama ilahi dalam penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa dan budaya dari zaman ke zaman.
* Kebijakan yang diikuti tim-tim penerjemahan Alkitab di seluruh dunia, khususnya yang bergabung dalam Perserikatan Lembaga-lembaga Alkitab se-Dunia (United Bible Societies).

Kesepakatan yang diambil bersama dengan gereja-gereja, baik Katolik mau­pun Protestan, yang menggunakan Alkitab terbitan LAI hingga saat ini. Menjelang penyelesaian Alkitab TB-LAI, misalnya, pada tahun 1968 diadakan konsultasi di Cipayung dengan para pimpinan dan wakil gereja-gereja dari berbagai denominasi. Dalam konsultasi ini, antara lain, disepakati agar kata “Allah” tetap digunakan seperti dalam terjemahan-terjemahan sebelumnya.

LAI tidak pernah berpretensi seolah-olah terjemahannya sudah sempurna dan tidak perlu diperbaiki lagi. Akan tetapi, mengingat proses panjang dan berhati-hati yang ditempuh dalam menerbitkan Alkitab, tuntutan beberapa kelompok yang ingin menyingkirkan atau memulihkan nama tertentu, tidak dapat dituruti begitu saja. Dalam semua proses pengambilan keputusan menyangkut terjemahan Alkitab, berbagai faktor harus dipertimbangkan dengan saksama menyangkut teks-teks sumber, tafsirannya, tradisi penerjemahan sampai dampaknya bagi persekutuan dan kesaksian umat Tuhan bersama-sama, khususnya di tanah air kita.
Akhirnya, dengan penuh kesadaran akan terbatasnya kemampuan manusia di hadapan Allah, kita patut mempersembahkan puji syukur kepada Dia yang telah menyatakan firman yang diilhamkan-Nya untuk mendidik orang dalam kebenaran dan memperlengkapi umat-Nya untuk setiap perbuatan baik (2 Tim 3:16-17). Dialah yang telah mempersiapkan orang-orang untuk menjelmakan firman kebenaran-Nya dalam aneka bahasa dan budaya dari masa ke masa. Segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. [bfk]

KITAB YG PENUH DENGAN REVISI, PERUBAHAN SANA SINI SESUAI KESEPAKATAN, APAKAH KITAB MACAM INI YANG KALIAN PERCAYA?????
innaddina
Tulisan: 10
Bergabung: Minggu 18 Oktober 2009 pk 0.19

Re: Asal-usul Allah SWT

Postoleh Narnia • Rabu 21 Oktober 2009 pk 6.53
innaddina menulis:Ternyata kristen juga Menebut Nama "ALLAH"


Kata "Allah" yang tercantum adalah title atau sebutan. Seperti bila kita menyebut seseorang dengan "Tuan", "Nyonya", "Ibu", "Bapak".
Jadi kata "Allah" bukanlah nama dari pribadi tersebut.

(Catatan dari Yesus Untuk Dunia: Jawaban yang sangat singkat tapi tepat. Jadi memang Kristen tidak menganggap kata Allah sebagai Nama. Hanya Title saja.  Makanya di tiap negara yang bahasanya beda, penyebutan title juga berbeda: God, Lord, etc.).  Semua Title (termasuk kata Allah dibuat oleh manusia sendiri) sesuai wilayah dan kepercayaan masing-masing. Tidak ada Nama yang diturunkan dari Tuhan sendiri, kecuali Nama: Yesus! Itu nama yang diberikan Tuhan melalui Yusuf, suami Maria) 
Narnia
Tulisan: 69
Bergabung: Sabtu 17 Oktober 2009 pk 16.13

Re: Asal-usul Allah SWT

Postoleh bsr kepala • Minggu 1 November 2009 pk 19.16
innaddina wrote:

innaddina menulis:referensi yg menyesatkan.. tidak seimbang.. tendensius..coba referensi yg asli punya Islam.. :evil:



Menyesatkan. Apanya yang menyesatkan ?? Bukankah tulisan di atas adalah hasil penelitian dari sumber islam paling dini sebagai pembanding ?? Hal ini sekalian menggugurkan pendapat anda yang menyebutkan tidak seimbang.

Kalau anda punya referensi yang menurut anda asli, monggo dibuatkan saja sanggahannya biar afdol.


innaddinna wrote:

KITAB YG PENUH DENGAN REVISI, PERUBAHAN SANA SINI SESUAI KESEPAKATAN, APAKAH KITAB MACAM INI YANG KALIAN PERCAYA?????[/quote]


Bung innaddina!! Anda lupa bahwa yang disepakati untuk diadakan perubahan/ revisi bukan firman yang terkandung dalam keseluruhan cerita/ kisah / pengajaran di dalamnya. Melainkan revisi terhadap padanan kata-kata yang digunakan untuk mengalih bahasakan ALKITAB. Perubahan dimungkinkan apabila ditemukan kata-kata dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dipandang lebih tepat.

Nah bagaimana dengan anda yang Muslim?? Quran juga ternyata mengalami perubahan sehingga sama sekali tidak sama dengan aslinya. Bahkan yang asli sudah hilang sebagai akibat pembakaran yang dilakukan oleh UTHMAN. Yang tersisa hanyalah salinan ( MUSHAF) buatan UTHMAN saja. Nah bagaimana yang berikut ini :



BERBAGAI VERSI QURAN



As-Suyuti (wafat 1505), salah seorang pakar Quran yg paling dihormati mengutip Ibn ‘Umar al Khattab : "Janganlah ada diantara kalian yg mengatakan bahwa ia mendapatkan seluruh Quran, karena bgm ia tahu bahwa itu memang keseluruhannya ? Banyak dari Quran telah hilang. Oleh karena itu, kalian harus mengatakan ‘Saya mendapatkan bagian Quran yg ada’" (As-Suyuti, Itqan, part 3, page 72).

A’isha, isteri tersayang nabi mengatakan, juga menurut sebuah tradisi yg diceritakan as-Suyuti, "Selama masa Nabi, saat dibacakan, bab ttg ‘the Parties’ berisi 200 ayat. Ketika Usman mengedit Quran, hanya ayat2 sekarang ini (73) yg tertinggal."

As-Suyuti juga menceritakan ini ttg Uba ibn Ka’b, salah seorang sahabat Muhamad:
Sahabat terkenal ini meminta salah seorang Muslim, "Berapa ayat yang ada dalam surah ‘the Parties’?" Katanya, "73 ayat." Ia (Uba) mengatakan padanya, "Dulunya jumlah ayatnya hampir sama dgn Surah ‘Al Baqarah’ (sekitar 286 ayat) dan termasuk ayat perajaman". Lelaki itu bertanya, "Apa ayat perajaman itu ?" Ia (Uba) mengatakan, "Jika lelaki tua atau wanita melakukan zinah, rajam mereka sampai mati."

Spt dikatakan sebelumnya, setelah kematian Muhamad di 632M, tidak ada satupun dokumen tunggal yg memuat kesemua wahyu. Banyak pengikutnya mencoba mengumpulkan semua wahyu yg dikenal dan mencatatkan mereka dalam satu bentuk mushaf. Timbullah kemudian mushaf2 milik sejumlah pakar spt Ibn Masud, Uba ibn Ka’b, ‘Ali, Abu Bakr, al-Aswad, dll (Jeffery, bab 6, mencatat 15 mushaf utama dan sejumlah besar mushaf sekunder). Saat Islam menyebar, kami akhirnya memiliki apa yg kemudian dikenal sbg mushaf metropolitan di pusat2 Mekah, Medinah, Damascus, Kufa dan Basra.

Spt yg kita lihat sebelumnya, Usman mencoba mengatasi situasi kacau ini dgn kanonisasi codex/mushaf Medinah, yang copy2nya dikirim kesemua pusat2 metropolitan diiringi perintah utk menghancurkan kesemua codex lain.

Codex Usman ini dianggap sbg standar teks konsonan, tapi yg kita temukan malah berbagai variasi teks konsonan yg masih hidup juga sampai abad Islam ke 4.

Masalah semakin diperuncing karena teks konsonan tidak dibarengi dgn titik, yaitu titik yg membedakan huruf "b" dari "t" atau "th". Huruf2 lainnya (f dan q; j, h, dan kh; s dan d; r dan z; s dan sh; d dan dh, t dan z) tidak dapat dibedakan. Dgn kata lain, Quran tertulis secara ‘scripta defectiva’/huruf2 defektif alias tidak sempurna. Akibatnya, timbullah berbagai macam arti tergantung dari letak titik.

Vowels membuat masalah yg lebih pelik. Tadinya, Arab tidak memiliki tanda2 bagi
Vowel pendek: teks Arab adalah konsonantal. Walaupun vowel2 pendek ini kadang dihindarkan, mereka bisa ditulis dgn tanda2 orthographical diatas atau dibawah hurufnya—totalnya 3 tanda petunjuk (three signs in all), mengambil bentuk spt komma. Setelah menentukan konsonannya, Muslim masih harus memutuskan vowel mana yg digunkaan: menggunakan vowel berbeda tentunya menghasilkan pembacaan yg berbeda.
Scripta plena, yg memungkinkan teks yg vowel penuh dan teks dgn titik, belum disempurnakan sampai akhir abad ke 9.

Problem yg diakibatkan ‘scripta defectiva’ itu dgn sendirinya mengakibatkan tumbuhnya pusat2 berbeda dgn masing2 tradisi ttg bgm teks itu harus diberi titik atau di-vowel.

Walaupun Usman memerintahkan dihancurkannya semua Quran selain Quran versinya, ternyata masih ada saja mushaf yg lebih tua yg selamat. Spt dikatakan Charles Adams,
"Harus ditekankan bahwa dalam ketiga abad pertama Islam, bukannya terdapat satu bentuk teks tunggal yg diturunkan tanpa perubahan dari jaman Usman, melainkan ribuan versi. Variasi2 ini bahkan mempengaruhi Codex Usman, shg mempersulit perkiraan bagaimana sebenarnya bentuk aslinya."

Ada juga Muslim yg menginginkan codex selain codexnya Usman. Contoh, milik Ibn Mas’ud, Uba ibn Ka’b, dan Abu Musa. Pada akhirnya, dibawah pengaruh Ibn Mujahid (wafat 935), terdapat kanonisasi satu sistim konsonan dan batasan pada variasi vowel yg bisa digunakan dalam teks yg mengakibatkan diterimanya 7 sistim. Namun pakar2 lainnya menerima 10 cara bacaan, sedang masih ada saja yg menerima 14 cara bacaan. Dan bahkan ketujuh codex versi Ibn Mujahid memberikan 14 kemungkinan karena masing2 dari ketujuh codex itu bisa dilacak kpd dua transmitter berbeda, yi,
1. Nafi dari Medinah menurut Warsh dan Qalun
2. Ibn Kathir dari Mekah menurut al-Bazzi dan Qunbul
3. Ibn Amir dari Damascus menurut Hisham dan Ibn Dakwan
4. Abu Amr dari Basra menurut al-Duri dan al-Susi
5. Asim dari Kufa menurut Hafs dan Abu Bakr
6. Hamza dari Kufa menurut Khalaf dan Khallad
7. Al-Kisai dari Kufa menurut al Duri dan Abul Harith

Pada akhirnya 3 sistim bertahan, sistimnya Warsh (d. 812) milik Nafi dari Medina, Hafs (d. 805) milik Asim dari Kufa, dan al-Duri (d. 860) milik Abu Amr dari Basra. Jaman sekarang, 2 versi nampaknya digunakan versi Asim dari Kufa lewat Hafs, yg diberikan ijin resmi dgn diadopsi sbg Quran edisi Mesir th 1924; dan milik Nafi lewat Warsh, yg digunakan di bagian2 Afrika selain Mesir. [-X